Berita Bola Jan, 4 2018

Kesuksesan Ajax dari Perspektif Khusus

Ajax Amsterdam berhasil bikin catatan keberhasilan menang telak 4-1 waktu jumpa Olympique Lyonnais di laga semi-final leg pertama Liga Europa UEFA. Dalam kompetisi yang dilangsungkan di Amsterdam ArenA, Kamis (04/05) dini hari WiB itu, keberhasilan menang Ajax ditentukan oleh gol-gol yang masing-masing dicetak oleh Bertrand Traore (dua gol), Kasper Dolberg, dan Amin Younes. tatkala gol Lyon dicetek Mathieu Valbuena.

keberhasilan menang tersebut bikin peluang Ajax lolos ke babak final Liga Europa terbuka lebar, sebab mereka cuma perlu bermain imbang atau kalah kurang dari 3-0. Tentu tim asuhan Peter Bosz itu akan berwujudya keras menjaga kelebihan mereka waktu beranjangsana ke Parc Olympique Lyonnais pada pekan depan di semi-final leg ke-2.

Jika mereka berhasil lolos ke final, peluang mereka untuk menggapai trofi di kompetisi Eropa terbuka lebar. Maklum, kali paling akhir kesebelasan berjuluk De Godenzonen Menjadi Sang Juara kompetisi Eropa diadakan pada musim 1994/1995 tepatnya di Liga Champions UEFA. tatkala di Liga Europa yang yg terlebih dahulu mempunyai nama Piala UEFA, Ajax kali paling akhir menjadi juara pada tahun 1991/1992.

Tentu bukan hal yang tdk masuk akal bagi Ajax bisa mengulang kembali memori indah di tahun 1992 itu. Mengingat, peluang tersebut amat terbuka lebar, asal bisa menjaga keberhasilan menang atas Lyon, dan bermain habis-habis waktu jumpa pemenang antara Manchester United atau Celta de Vigo di babak semi-final yang lain.

Pabriknya pemain muda dan calon footballer kelas dunia

Menarik melihat kiprah Ajax di kompetisi Eropa musim sekarang ini. Mereka mampu melakukan saingan kesebelasan-kesebelasan lain hingga menggapai babak semi-final mengunggulkan rata-rata pemain muda dalam skuatnya. Tercatat, cuma Heiko Westermann (33) dan Lasse Schöne (30) yang mempunyai usia yang sudah menginjak kepala tiga. Ajax mempunyai skuat yang rata-rata mempunyai usia 22 tahun 6 bulan.

Hebatnya, disamping banyak dihuni oleh para penggawa muda, rata-rata pemain yang menempati skuat Ajax ialah pemain asli binaan mereka sendiri. Memang bukan sesuatu hal yang aneh bila melihat Ajax lebih condong mengunggulkan pemain binaannya sendiri Selayak tulang punggung kesebelasan. terasa, hal tersebut memang sudah mereka terapkan sejak bertahun-tahun silam.

sesuatu hal unik dari kesebelasan yang berdiri pada tahun 1900 itu, Ajax yang berstatus Selayak tim besar di sepakbola Belanda juga mempunyai kelompok Selayak yang terberhasil lebih menjadi penentu memakai pemain asli binaan sendiri ketimbang membeli pemain dari luar. Bisa dikatakan, mereka antitesis dari kesebelasan-kesebelasan elite Eropa pada umumnya, yang gemar menghamburkan uang untuk membeli pemain dari luar akademinya.

Alasan paling logis bagi Ajax melakukan hal tersebut disebabkan mereka ialah salah satu tim yang mempunyai akademi sepakbola paling baik didunia. Soal pembinaan pemain muda, Ajax mempunyai kelompok Selayak tim yang paling serius. Akademi Ajax dilengkapi sarana penunjang yang mempunyai kelompok komplet. Terdapat 8 lapangan kompetisi perawatan yang tidak kalah bagus.

Akademi Ajax juga mempunyai beberapa sarana penunjang lain layaknya gedung olah raga, ruang kelas, gimnasium, kantor pengasuh, dan pusat sport science. Dalam satu tahun, Ajax ditaksir harus merogoh kocek dana sebesar 6 juta euro (Rp 82,6 miliar) untuk menjaga kompleks olahraga seluas 14 hektar itu.

disamping itu, pembinaan pemain muda yang masif digencarkan, seringkali bikin mereka mendapat untung berlipat. Akademi Ajax memang popular Selayak pabrik footballer andal asal Belanda. Banyak pemain bermutu bernampakan dari akademi tersebut. Beberapa nama layaknya Johan Cruyff, Marco van Basten, Edgar Davids, Edwin van der Sar, Rafael van der Vaart, Wesley Sneijder, Daley Blind, dan tetap banyak lagi nama-nama tenar yang lain yang ialah alumni akademi Ajax.

kemampuan bikin sesuatu footballer handal, Ajax banyak memperoleh dana besar dari penjualan pemain binaannya sendiri. Contohnya Wesley Sneijder. Mulai dilatih Akademi Ajax pada usia 7 tahun, pada usia 23 tahun dibeli Los Blancos (Los Blancos (Real Madrid)) nilai 27 juta euro (sekitar Rp 371,6 miliar).

Hasil penghasilan Ajax dari mendagangkan bibit unggulnya ke kesebelasan lain, tentu menjadi laba untuk menghidupi tim disamping dana fresh yang mempunyai asal dari sponsor, hak siar, atau bahkan penjualan merchandise resmi kesebelasan.

Mungkin, inilah yang menyebabkan Ajax lebih gembira memakai pemain binaan sendiri. Sebab, disamping bisa memperoleh untung dari hasil penjualan pemain, umumnya pemain asli binaan kesebelasan mempunyai motivasi lain waktu mereka bisa lakukan belaan kesebelasan yang telah mendidiknya sejak kecil.

Timnas Belanda yang bergantung pada Ajax

disamping tulang punggung bagi kesebelasan, terbukti pemain hasil didikan Akademi Ajax juga sering menjadi andalan bagi Tim Nasional Belanda. kian lebih kata andalan, mungkin tulang punggung dirasa lebih tepat.

waktu dulu ada banyak pemain binaan Ajax yang masuk dalam skuat Belanda. Beberapa nama layaknya Cruyff, Ruud Krol, Van Basten, Dennis Bergkamp, Frank dan Ronald de Boer, Frank Rijkaard, Davids, Clarence Seedorf, Patrick Kluivert, Van der Sar, Van der Vaart, Ryan Babel, Blind, Sneijder, Maarten Stekelenburg, John Heitinga, Nigel de Jong, Gregory van der Wiel, hingga Davy Klaassen.

disamping itu, salah satu produk paling baik Ajax mempunyai nama Rinus Michels juga amat memengaruhi style permainan sepakbola Belanda. Taktiknya popular luas Selayak totaalvoetbal (jumlah seluruh football). taktik ini, ia mampu bikin Ajax dan Belanda merasakan periode emas mereka.

Ajax berhasil menggondol trofi Piala Champions (kini mempunyai nama Liga Champions) sebanyak tiga kali berturut-turut (1971, 1972, dan 1973). Era ini dimaksud oleh eks pengasuh Ajax, Tomislav ivic, sebutan “Gloria Ajax”. Keberhasilan Ajax bikin terapan style permainan jumlah seluruh football lantas diadopsi oleh timnas Belanda yang berkompetisi di ajang Piala Dunia 1974.

Sayang, keberhasilan Ajax menggapai trofi waktu memakai jumlah seluruh football tak menular pada Belanda. Sebab, Walau tampil mengesankan sepanjang gelaran Piala Dunia 1974, mereka gagal juara sesudah ditaklukkan Jerman Barat di babak final. Hal serupa, lantas diadakan lagi pada 1978, kembali mereka berhasil lakukan tembusan babak final. Sayang, mereka takluk oleh Argentina di final.

Walau dalam dua final Piala Dunia tersebut Belanda gagal juara, akan tetapi banyak pihak menganggap kalau periode 1970-an ialah masa emas Belanda di kompetisi internasional. disebabkannya, nama panggilan “Raja Tanpa Mahkota” melekat pada kubu Oranje.

Keberhasilan Ajax yang bikin mereka terus “gagal”

walaupun pada medio 1970-an itu Belanda 2 x 1 gagal World Champion, masa-masa tersebut tetap dinilai Selayak masa emas bagi timnas Belanda, Ajax, dan bahkan sepakbola dunia. akan tetapi, situasinya tidak sama sekarang ini. spesial bagi Oranje, mereka seakan tengah berada dalam masa kelam. sesudah gagal lakukan tembusan putaran final Piala Eropa 2016, mereka juga Rawan gagal lolos ke Piala Dunia 2018.

Akan tetapi situasi tidak sama justru diperlihatkan Ajax. Mereka memang sudah dua musim berturut-turut menjadi runner-up Eredivisie Belanda. sekarang ini juga mereka berada di peringkat ke-2, ketinggalan empat poin dari Feyenoord Rotterdam sisa dua pekan kompetisi lagi. akan tetapi, pencapaian mereka di Liga Europa bikin peluang mereka untuk kembali merebut trofi di kompetisi Eropa menjadi terbuka.

cuma saja kita harus menilai keberhasilan Ajax dari perspektif yang lain. Jujur saja, sukar bagi kesebelasan layaknya Ajax Untuk dapat Menjadi Sang Juara, contohnya, Liga Champions sekarang ini. catatan Eredivisie yang menjadi kompetisi yang kalah tenar dibanding Liga Primer inggris, La Liga Spanyol, Bundesliga Jerman, Serie A italia, dan bahkan Ligue 1 Prancis, ini bikin tidak sedikit pemain yang bertahan lama bermain di Ajax.

Mereka memang banyak bikin sesuatu pemain bermutu dari beragam negara, bukan cuma Belanda. Tapi banyak diantara mereka juga yang lantas pergi, dari mulai Bergkamp, Klaas-Jan Huntelaar, Zlatan ibrahimović, Christian Eriksen, hingga Luis Suárez. menggapai keberhasilan kontinental skuat yang terus “dipereteli” setiap musimnya tentu bukan urusan mudah, bahkan menjadi juara Belanda saja terasa sukar bagi mereka ( paling akhir juara ialah pada 2013/2014).

Kalau boleh jujur, bahkan pemain-pemain Jawara mereka sekarang kebolehjadian besar untuk pindah dari Eredivisie di musim yang akan datang amat tinggi, layaknya Kasper Dolberg, Klaassen, Kenny Tete, Joël Veltman, Jaïro Riedewald, Daley Sinkgraven, Nick Viergever, Matthijs de Ligt, Davinson Sánchez, dll.

Hal-PeriPerihal inilah yang sesungguhnya bikin kita menilai keberhasilan Ajax lebih pada, contohnya, hasil penjualan pemain mereka, pemain-pemain yang lantas menjadi pemain-pemain kelas dunia (Bergkamp, ibrahimović, Suárez, dll), pemain-pemain mereka yang menjadi tulang punggung di timnas Belanda, atau maksimum-maksimum pada keberhasilan mereka di tingkat Belanda (Eredivisie, KNVB Beker, dan Johan Cruyff Shield). tatkala, keberhasilan Ajax di tingkat kontinental (Liga Champions dan Liga Europa) Selayak “bonus” saja.

Satu hal yang jelas, melihat talenta yang ada, layaknya sudah dibahas diatas, Ajax banyak mengunggulkan pemain-pemain asli binaan sendiri yang rata-rata mempunyai asal dari Belanda.

Jadi, ada kebolehjadian talenta-talenta emas yang dimilik Ajax sekarang ini layaknya Klaassen, Tete, Veltman, Riedewald, Sinkgraven, Viergever, De Ligt, Frenkie de Jong, hingga si wonderkid, Justin Kluivert, di masa yang akan datang bisa menjadi pemain-pemain kelas dunia (di kesebelasan serta apa pun, bisa disamping Ajax) serta menjadi tulang punggung timnas Belanda untuk menggapai prestasi.

Untuk ukuran kesebelasan yang pemain-pemainnya sering “dicuri” oleh kesebelasan lain, kita harus memuji regaris keturunan yang berkelanjutan dari Ajax Amsterdam. perihal tersebutlah yang belum tentu dimiliki oleh kesebelasan lain di belahan dunia manapun.


register
SUPPORT : YM1. cs1_fs88bet | YM2. cs2_fs88bet | CALL / SMS. +855 778 96 750 | BBM. 23B4E791